Selasa, 26 Januari 2021

Emangnya Harus Pake Judul Ya?

4

 

 

Hai!                                             

Apaan si, gue gak tau gimana harus membuka tulisan ini. Yang jelas ini bukan tulisan ala-ala menyambut 2021 dengan penuh riang gembira.

Berasa ya, udah masuk bulan ke-9 sejak tulisan terakhir di blog ini. Berasa juga ya, 2 bulan lagi Covid-19 di Indonesia bakalan anniversary. Hehe

Fuck you!

Maaf, tapi aku mengutuk dengan sangat 2020 kemarin.

Marah aja sama 2020 kemarin, walaupun gue udah coba berkali-kali untuk menutupinya dengan rasa syukur atas  segala nikmat dan pencapaian gue dari Allah, yang ternyata gak berhenti meski lagi pandemi. Gue gak bisa bayangin sekenceng apa do’a Mamah sepanjang 2020 kemarin sehingga membawa gue ke banyak sekali keberuntungan yang seharusnya menyenangkan. Maklum, gue bukan pendo’a yang ulung, bukan yang paling percaya diri setiap do’a gua istimewa dan dibawa terbang malaikat  sampai ke langit. Tapi mari sebut, gue beruntung punya Mamah yang do’anya gak pernah putus. How lucky Iam?

Ya sekarang ternyata udah 2021 masih bulan pertama dan surprisingly banyak hal yang sudah terjadi, gue no expect duka bakal datang sepagi ini. Kaya yang heyy sabar kali, tukang nasi uduk juga baru bikin adonan bakwan kali jam segini?

Maret 2020 lalu gua berpikir Dunia bakal kembali baik-baik aja dua bulan ke depan. Haha naifnya gue. Sampai akhirnya 2020 masuk bulan Agustus, gue kembali berharap Dunia akan baik-baik aja sampai Desember nanti. Oh hebatnya hidup dalam harapan besar bisa kembali hidup normal, bebas dari rasa khawatir tahun depan. Lagi-lagi harapan gue dipatahkan. Sampai tulisan ini diketik, angka kasus Covid-19 di Indonesia masih aja tinggi. Sekarang, jujur gue udah gak berharap kapan pandemi ini benar-benar bakal berakhir, kapan gue bisa pergi ke luar rumah tanpa rasa khawatir. Yaudah aja lah gue mau tenggelam aja di tengah kesibukan gue yang sekarang sambil jajan masker.

2020 berjalan begitu lambatnya, dari trend dalgona sampe sekarang musim Tiktokcash. Asli sih banyak banget yang udah terjadi. 2020 merubah banyak hal juga, pola belajar anak-anak, circle pertemanan seseorang, kondisi psikologis, perekonomian, nasib, keluarga  dan masih banyak lagi. Semuanya berubah cepat sekali, dalam waktu setahun yang anehnya malah terasa berjalan lambat. Semoga gak ada tahun seapes 2020 lagi ke depannya.

Seorang teman pernah bilang, “Dib bukannya 2020 kemaren gak buruk-buruk amat ya buat lo?”

Ya mungkin ada benarnya juga, Alhamdulillah sampai detik ini masih dikasih sehat tanpa terjangkit Covid-19 bukankah suatu hal besar yang harus disyukuri? 2020 kemarin juga akhirnya gua bisa menyelesaikan kuliah di tahun keempat pastinya secara daring berikut dengan proses wisudanya. Alhamdulillah abis wisuda juga langsung ada yang bisa dikerjain, jadi gue gak perlu mati gaya atau gila sendiri karena gak ada yang dikerjakan. Maha Baik Allah.

Tapi rasanya semua itu gak cukup buat nutupin rasa marah (ya Adibah masih sama aja suka marah-marah) gue, kecewa, kesel, gak tau sama siapa, gak tau sama apa. Bawaannya sakit hati gitu sama 2020 kemarin. Banyak hal buruk yang dibiarkan terjadi bergantian, rasanya gua semakin melihat banyak lagi orang jahat di dunia ini. jahat banget, kaya buta gitu gak liat banyak orang lagi susah tapi ditambahin lagi dan lagi. Tapi ya gue terus berusaha untuk tidak terlalu merutuki apa yang sudah terjadi. Toh percuma, gak bisa diulang lagi. Gue cuma berharap segera datang banyak kebaikan yang sama besarnya  seperti duka yang kemarin untuk orang-orang yang tahun lalu merasakan kesedihan. Dengan berhasil melewatinya saja, menurut gue itu sudah luar biasa hebat, itu gak akan pernah mudah. Lebih banyak lagi muncul orang baik, dibandingkan orang jahat yang makin terlihat akhir-akhir ini. 

Aku tuh takut, pengen telpon polisi kalo banyak orang jahat. Tapi sekarang polisi juga ternyata banyak yang jahat. 😣

Becanda polisi. 


Gue gak mau berekspektasi kapan Covid-19 pergi seakar-akarnya dari Indonesia, gak. Tapi kalo boleh berharap, walaupun lagi-lagi gue bukan pendo’a ulung. Gue cuma berharap banyak hal baik dan menyenangkan buat lo atau siapapun yang gak baca tulisan ini. Semoga rasa kecewa di tahun ini gak sebanyak tahun lalu, semoga orang-orang gak capek dulu buat jadi baik, dikuatkan dan diikhlaskan. Gue gak mau terlalu banyak yang pergi tahun ini, please Ya Allah ini mah sembuhkan, sehatkan kembali yang sakit, bahagiakan yang berduka, disadarkan yang khilaf, lengkapkanlah yang kehilangan. Meskipun Covid-19 masih betah, paling enggak gue berharap lebih banyak kebahagiaan yang bisa diciptakan di tahun ini daripada tahun lalu.

Udahlah, ini gak tau tulisan apa. Gue cuma mau nulis aja nanti pada saatnya gue baca lagi biar gue inget kalau pernah kecewa selama ini. Gak tau juga mau dikasih judul apa, kayanya gak semua tulisan wajib ada judulnya juga kan?

Oh ya, jangan lupa selalu pakai masker, cuci tangan, dan hindari kerumunan.

Gue dan orang-orang disekitar lo sayang  sama lo.

Please tetap sehat, please tetap bahagia. 💘

Jumat, 20 Maret 2020

Dunia (tidak) Baik-baik Saja

13





05.30 WIB gua buka paksa horden (?) di samping Kanan kasur. Horden apa hordeng si nulisnya? gatau ah pokoknya di luar masih gelap, tapi suara ayam sesekali terdengar. Ooh Dunia masih baik-baik saja.

Usai melipat sajadah, setelah ketiduran sebentar dengan masih pakai mukenah di atasnya. Gua tengok lagi ke arah jendela yang sama. Entah jam berapa, tapi di luar sudah mulai terang. Matahari masih bersinar, dasar bandel bukannya ikutan Work From Home!. Tapi artinya, ooh dunia baik-baik saja.

Sampai akhirnya tulisan ini mulai diketik 06.13 WIB, 100 meter dari arah Timur suara kendaraan bermotor terdengar lalu lalang, lebih cepat dari biasanya memang. Ooh mungkin jalanan memang sedang lengang. Ooh berarti dunia memang sedang baik-baik saja.

Semua baik-baik saja pagi ini, sampai akhirnya gua nyalain televisi mengganti channel nomor 6 dan mulai mendengarkan berita. Sedang mata dan tangan gua asik berselancar di atas layar ponsel. Ini hari ke-5 gua gak kemana-mana selain berkunjung ke rumah kerabat, dan supermarket dekat rumah. Tidak banyak orang yang bisa gua temui selama 5 hari ini, dan ini pertanda buruk. Sepertinya ada yang salah dengan dunia.

Sejak penghujung 2019 lalu, seperti yang kita ketahui bersama virus Corona jenis baru Covid-19 tengah merebak. Melebarkan sayapnya dari dataran China hingga ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Covid-19 ini disebut-sebut jauh lebih kompleks dan berbahaya dari SARS dan MERS pendahulunya. Penyebarannya tak kalah cepat dan gejalanya seperti flu, disertai demam, batuk, tenggorokan kering dan sesak napas. Sampai detik ini masih belum ditemukan obat atau antivirus yang efektif menghentikan pandemi global ini. Tapi gua yakin banget sudah banyak tenaga ahli yang siang malam mengerahkan waktu dan isi kepalanya untuk menemukan obat dan menghentikan dampak dari virus ini. Masih banyak hal tentang Covid-19 yang sampai tulisan ini ditulis sudah tercatat 300+ kasus di Indonesia dan puluhan ribu di seluruh dunia yang gak bisa gua tulisin, karena yaaa gua gak berkompeten untuk menjelaskan itu semua. See, kayanya dunia mulai tidak baik-baik saja?  

Yang paling bikin heboh, selain antivirusnya yang belum ditemukan, tapi juga penyebaran Covid-19 yang terhitung tinggi dan bisa dilakukan melalui udara, kontak langsung dan cairan dari tubuh. Isolasi di beberapa wilayah membuat keadaan terasa semakin genting. Kota-kota seperti kehilangan nyawanya, Work From Home (WFH), Lockdown, dan Social Distancing makin gak asing terdengar akhir-akhir ini. 

Yang gini-gini sebenernya yang bikin gua setress belakangan, dan memutuskan buat kembali menyambangi portal blogger yang lama tidak dijamah. Semata-mata cuma mau ngomel-ngomel panjang aja sih.

Gua yang gak bisa banget diem aja rebahan doang di rumah, jujur merasa tersiksa banget sih akan adanya himbauan untuk #Dirumahaja. Walaupun udah gak ada kelas juga di kampus karena sekarang tinggal tugas akhir yang minta diselesaikan dalam waktu sesingkat-singkatja, tapi please laah gua gak ada kepentingan aja suka pergi-pergian sendiri kemana kek yang penting ketemu orang. Atau ngapain kek yang penting gak diem aja di rumah. Hari pertama aja nih gua udah mati gaya banget dan udah bikin rencana bakal pergi kemana kek terserah keesokan harinya.

Nyatanya logika gua masih jalan, hati nurani gua masih berfungsi. Gua gak tau siapa yang berpotensi membawa virus ini di luar sana, apakah petugas transportasi umum, apakah bapak-bapak yang mengantre di sebelah gua, apakah mbak-mbak yang lewat depan gua, atau jangan-jangan gua sendiri? Akhirnya gua memilih #Dirumahaja sampai detik ini, mengurangi interaksi, menjaga jarak dan marah-marah sendiri di rumah.

Yaa mungkin lo yang lagi baca tulisan ini juga merasakan kematigayaan yang sama, atau mungkin merasa diuntungkan dengan hobi yang didukung oleh pemerintah. Jujur menurut gua social distancing, work from home, dan lockdown ini terhitung sulit dilakukan di Indonesia, butuh kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat serta berbagai sektor untuk menaksimalkan kebijakan ini. Terlebih gak sedikit masyarakat yang penghasilannya di dapat karena dia keluar rumah, karena dia ketemu orang, yang mau gamau gak mungkin melakukan kerja dari rumah. Jangan sampe bebas virus tapi terbelenggu kemiskinan. Sedih bet sedih.

Belum lagi kehebohan pandemic global Covid-19 terhadap daya beli masyarakat alias Panic Buyying. Udah kaya reality show uang kaget tau gak orang-orang ngeborong masker, detergen, hand sanitizer, sama sembako. Pleaseee stop it! kalo kalian semua panic buyying nanti Kriss Hata sama Soraya Rasyid panik-panikin siapa?

Alias berenti gak lo semua heboh belanja hah!! Tar malah jadi langka semua sama harga naek goblok kalo lo gabisa santuy! Noh dollar 16 rebu!

Tuhkan jadi marah..

Semakin gua baca perkembangan Covid-19 dengan segala kehebohannya, semakin khawatir dan kepikiran pula gua, tapi akan jauh lebih khawatir kalo gua pura-pura gak baca. Semakin tau makin khawatir, tapi kalo gatau makin 19272628 kali khawatir.

Yang paling bikin heran, di tengah-tengah kepanikan Covid-19 tuh masih aja berita-berita hoax bertebaran, opini-opini yang mengaitkan musibah ini dengan politik dan keagamaan. Alias, sampah anjinc!

Belom lagi ni yang dikasih off #Dirumahaja tapi malah liburan ke pantai, ke puncak, aliasssss heyyy!

Astaghfirullah, Dajjal disana geleng-geleng kepala melihat kelakuan kalian.

Gedek banget gua sama yang begituan, udah gak bisa dimaapin nih mon maap. Kalo udah gini, gimana gua gamau bilang kalo dunia sedang tidak baik-baik saja?

Tapi jujur gua sangat mengapresiasi segala kebaikan yang hadir sejak pandemic global ini merebak. Mulai dari tenaga medis yang mencurahkan waktunya dan menjadi garda terdepan dalam menangani korban Covid-19, social influencer yang berlomba-lomba menggalang dana untuk penanganan virus, pekerja layanan online yang mempermudah kebutuhan kita dimasa-masa krisis, dosen dan tenaga pengajar yang tetap meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu jarak jauh, anak muda yang berbaik hati membagikan masker gratis, pedagang masker, hand sanitizer yang menjual produk dengan harga wajar. Belum lagi mereka yang aware berlomba-lomba menciptakan grafis paling menarik untuk memandu masyarakat melakukan pencegahan terhadap virus, jurnalis yang dengan integritas tinggi memberitakan perkembangan pandemic global baik di Indonesia maupun seluruh dunia, pemerintahan yang pasti sedang dibuat pusing menentukan kebijakan yang paling tepat, keluarga yang jadi punya quality time di rumah, juga kalian teman-teman yang dengan sadar #Dirumahaja dan melakukan self isolation atau apapun itu untuk menjaga diri sendiri dan orang lain. Terima kasih, banyak-banyak terima kasih. ♥️

Hal-hal kecil seperti ini yang kadang menampar gua, dan menyadarkan bahwa ya dunia baik-baik saja kok.  Masih banyak orang baik, masih banyak perbuatan baik ditengah ketakutan, ditengah hal-hal baru yang harus dilakukan di luar kebiasaan, tidak ada salahnya kita mencoba menjadi manusia yang manusiawi. Tidak perlu banyak harta atau terlihat paling bertalenta, kadang menjadi manusia cukup dengan memiliki hati dan etika.

Buat teman-teman yang sedang membaca ataupun tidak tulisan ini, semoga hari ini dan besok selalu dikelilingi kebaikan. Terima kasih sudah tidak egois dengan menjaga diri sendiri dan orang lain. Tetap waspada dan jangan panik.




Buat dunia, semoga cepat pulih semoga baik-baik saja. 🌏✨


Sabtu, 20 Juli 2019

Ini Katanya Cerita Praktikum ; Bagian Dua

5


Maklumat pelayanan,
Masoook diaa!!
Selamat pagi keluarga,
Handayani , 'Memang oke!'
Taruna , 'Selalu kompak!'
Yayayayayaya


Selain melakukan interaksi dengan PPKS dalam jumlah besar, praktikum ini menuntut kita membantu satu PPKS sebagai klien untuk dibantu keluar dari permasalahannya. Kalo waktu Praktikum diperpanjang setahun, kayanya gua dan temen-temen bakal mati muda diminta mendampingi penuh sampai ke proses hukum segala macem. Namun, karena waktu yang terbatas alias cuma 3 bulan, jadi kami diminta untuk mendampingi dan membantu Klien untuk keluar dari akar masalahnya aja, yaa yang bisa diselesaikan dalam 12 minggu tentunya dibawah pengawasan peksos aslinya. Ada yang bantu keluar dari trauma, membebaskan klien dari buta huruf, meluruskan cara pandang, melatih kejujuran, membangun motivasi, menejemen emosi, macem-macem lah, tergantung apa yang dibutuhkan klien.

Masing-masing mahasiswa praktikum diminta memilih satu dari sekian banyak PPKS di balai, dan pilihan gua jatuh ke satu anak laki-laki yang saat itu masih 13 tahun. Kalo temen-temen yang lain harus ketemu, ngobrol dikit baru melabeli PPKS tersebut sebagai kliennya, kalo gua baru denger criminal case nya, belum tau namanya, belum tau yang mana orangnya, boro-boro ngobrol sudah auto haqqul yaqin akan menjadikan dia sebagai klien.

Anak laki-laki yang masih 13 tahun waktu itu, dengan tinggi hanya 157 cm dan sempat viral di berita telivisi juga portal online menjadi pilihan gua dalam praktikum 1 ini. Kalo orang-orang pada blind date, gua prefer blind client semenit setelah gua denger kabar anak kecil di tv itu diboyong ke balai pertengahan Maret. Sampai tulisan ini diketik sejujurnya gua takut dia ikutan baca, tapi gapapa lah biar dia tau betapa berkesannya pengalaman gua bisa kenal dia selama 3 bulan belakangan, dan gua sebenernya berharap dia baca tulisan ini sih tapi nanti aja kalo dia udah dewasa, ya minimal 5 tahun lagi lah biar dia bacanya tuh ngerti, paham, kalo sekarang pasti dia bingung dah, namanya juga anak-anak.

Walaupun gua yakin klien gua ini bukan anak-anak biasa, dia beda, dia sangat istimewa. Kalo gak salah interaksi pertama gua sama dia adalah pas mau bimsos, gua liat dia yang baru seminngu masuk balai dengan PPKS yang lebih senior sedang bermain 'permainan penjara' di dekat pintu. Ini nih main adu suit ntar yang kalah diselepet gitu sama yang menang. Nah karena klien gua nih masih bodoh yaa kalah mulu suitnya jadi dia diselepet mulu punggung tangannya sampe ungu dan luka. Ya namanya niat ngerjain, si PPKS senior ini gamau berhenti karena merasa menang mulu dan klien gua juga ga berani menyudahi, namanya juga anak baru. Sampai akhirnya petugas pemateri bimsos masuk, dan mereka menyudahi permainan Dajjal tersebut.

Peserta bimsos duduk bersila melingkari ruangan, tanpa sengaja kami duduk bersebelahan, dia berusaha menyembunyikan luka dipunggung tangannya. Gua yang dari awal tau tangan dia udah luka kena selepet berkali-kali pun membuka percakapan,

"Sakit gak?" tanya gua berbisik.

"Apanya?" kata dia.

"Tangannya lah, tadi gua liat sampe ungu. Coba liat."

Dia menyodorkan punggung tangannya, 

"Enggak kok gak sakit."

"Mana ada gak sakit, ungu gini. Butuh diobatin gak?"

"Enggak usah. gak papa kok," ujarnya sambil menarik tangannya kembali.

"Kalo udah kalah mulu, bilang aja tolak gamau main lagi. Nanti abis bimsos minta obat ya." Kata gua sambil memfokuskan pandangan ke pemateri bimsos di tengah lingkaran.

"Iya," katanya mengangguk.

Mungkin dia gak sadar itu interaksi pertama kami, yang dia inget besoknya gua nyamperin asrama dia siang-siang motong antrean dia ngaji buat ketemu dan memintanya jadi klien selama praktikum. Hari itu dia manggil gua 'Ibu' dan hari itu juga gua ngancem bakal nampol dia kalo manggil 'Ibu' lagi. YAKALE emang gua keliatan kaya ibu-ibu  abis pulang ambil rapot anaknya apa yaa?! 

Gua minta dia yang bantu gua, untuk ngebantu dia. Gua yakin dia gak ngerti sama kaya kalian nih pasti lagi bingung. Nyatanya minggu demi minggu bulan demi bulan memang gua yang dia bantu, memang gua yang banyak belajar dari dia. Sambil melampaui semua tahap penanganan masalah klien mulai dari Engangement, Assessment, Planning, Intervention, Evaluation dan Termination gua bener-bener belajar banyak dari dia. Hidup gua pun selama 2 bulan semuanya tentang dia, yang bikin gua pusing, gak bisa tidur, seneng, ketawa pasti dia lagi, dia lagi. Kayanya ini bakal jadi praktikum paling serius, gak mau kalah sama amin. 

Bahkan saking seriusnya gua gali informasi, sampe seniat itu ngehubungin sahabatnya di kampung, ngontek ibunya, ketemu kakeknya buat menggali informasi yang tepat dan dalem. Jujur gua kesulitan interaksi sama dia, walaupun temen yang lain merasanya proses intake gua baik-baik aja. Gua yang notabene bacot kelas berat harus ngobrol sama dia yang irit ngomong tuh susaaaaaaah banget. Kaya capek gitu nanya ini itu informasi yang didapat gak seberapa.

Belum lagi gua orangnya sangat menjaga mood klien, gua tau dia bakal gak nyaman dan gak nyambung diajak ngobrol saat lagi ngantuk atau bangun tidur, jadi sebisa mungkin gua menghindari ketemu dia atau membuka obrolan saat jam-jam tidur siang. Sedangkan waktu gua di balai sangat sempit.

Beruntung, gua mampu membaca kemampuan dia dalam menulis sejak awal. Yak, salah satu hal yang membuat gua merasa cocok menjadikan dia sebagai klien adalah hobi kita yang sama. Gua senengnya bukan main pas tau hobi dia menulis juga, kaya yang 'Yaampuuun gua kaya ketemu diri gua sendiri versi laki dan versi kecil!', sejak saat itu gua terus menerus meminta dia menuliskan sesuatu yang menurut gua akan membantu menambah informasi buat gua.

Mungkin kalau dia baca tulisan ini dia akan misuh-misuh online karena merasa berhasil gua kerjain hihi. Gua cuma mancing dia buat cerita, gua tau banyak yang mau dia ungkapkan, banyak yang mau dia bagikan, tapi dia gak bisa ngomong langsung, dia gak bisa bacot kaya gua, dan dia harus menulis untuk membuat dirinya tenang. Alhasil gua rutin kasih dia kertas kosong dan note book untuk teman dia cerita, teman dia berkeluh kesah. 

Kemarin, sejak 30 April dia melewatkan ulang tahun, bulan puasa dan lebaran pertamanya di balai. Sendiri, jauh dari orang tua. Dia yang ulang tahun ke-14, dia yang jauh dari rumah, dia yang ga bisa denger ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya, dia yang gak bisa sholat ied dan makan opor bareng keluarga tapi gua yang nangis. Dia gak tau kalo gua nangis, yang dia tau gua orangnya cerewet, seneng mulu, becanda mulu, dan suka berantem. Dia gak liat pas gua bengong dulu pas dibolehin baca note book yang merangkap jadi buku hariannya, dia gak tau gua bangga banget dia nulis dan mengamini setiap apa yang gua katakan ke dia.

Dia gatau kalo gua terharu banget bisa berkirim pesan sama ibunya, dan ngobrol sama kakeknya, yang dia tau gua berani banget dan hebat cepet banget akrab sama kakeknya, yang dia tau, gua selalu punya langkah-langkah besar yang bikin dia terheran-heran. Yang dia tau gua berprestasi, dia gak tau kalo gua suka bolos sama kaya dia. Dia gak akan tau, sampai dia baca tulisan ini. 

Dan dari apa yang dia tuliskan, gua tau dia tulus, gua yakin dia gak sejahat seperti apa yang diberitakan, gua yakin dia sangat menyesali apa yang dia perbuat, gua tau kalo dia takut di sini, dia takut jauh dari orangtua, dia sedih kakeknya sakit karena mikirin dia terancam pidana, dia gak berani melihat masa depannya sendiri, dia takut, dia merasakan kegagalan terbesar pertamanya diusia yang sangat belia. Gua yakin dia beda, bahkan psikolognya kaget ada PPKS yang sanggup nulis berlembar-lembar kronologis di hvs saat anak lain cuma sanggup nulis satu halaman saat tes kepribadian.

Gua percaya dia spesial, gatau kalo tukang martabak.

Dari cara dia bercerita lewat tulisan, gua tau dia anak yang cerdas, gua tau dia jujur, dia gak pernah playing victim menyalahkan korban walaupun kepolisian pun mengatakan memang korban yang memulai penyerangan, tapi gua tau dia merasa bersalah juga, gua tau dia merasa harus bertanggung jawab atas semua ini, tapi gua tau juga dia takut. Walaupun gua dan dia setuju dirinya pemberani, tapi masih ada rasa takut yang lahir, dia takut, dia sebenernya gak berani, dan dia ingin menghilang. 

Gak cuma dia yang hebat, banyak kisah-kisah dari teman PPKS yang plot twist banget dari kasus-kasus mereka. Banyak faktor yang bikin kita berdecak "Ahh coba gak kaya gini..."  rasanya gak adil menyalahkan mereka sepenuhnya. 

Praktikum di balai rehabilitas ini bikin gua bener-bener belajar. Walaupun nyatanya gua yang pontang-panting mikirin materi bimsos untuk diberikan ke mereka, walaupun keliatannya gua yang sering mati kata padahal mantan penyiar di depan mereka, walaupun yang terlihat gua masuk ke sekolah menenteng buku menerangkan satu dua halaman di depan ruang kelas, walaupun yang mereka tau gua bawa-bawa iqro' ngajarin mereka ngaji, walaupun yang mereka perhatikan gua sibuk bicara soal teori ini teori itu, walaupun yang mereka rasa gua hadir menjadi teman baru tempat mereka cerita A sampai Z, masalah dari Timur sampai Barat dan berharap mendapat satu dua patah motivasi untuk jadi alasan mereka bersabar dan tetap kuat.

Sebenernya mereka gurunya, sebenernya mereka yang sibuk-sibuk bawa buku tentang kehidupan ke depan mata gua, mereka yang sibuk mendektekan cara fight, sabar dan tidak banyak mengeluh pada kehidupan.  Malu rasanya mengeluh di depan mereka, di tengah-tengah hidup yang berat mereka tetep bisa becanda, main tebak-tebakan garing, nanggepin gua yang gabut dan suka ngomong gak jelas, ngingetin sholat, bahkan ngasih semangat! yang seharusnya mereka yang dapat.

Anak-anak ini hadir dari berbagai latar belakang dan kasus, Masalah keluarga, pertemanan, pembentukan diri yang tidak sempurna menggiring mereka ke tempat ini. Sampai saat ini gua masih jadi orang yang paling percaya, meskipun mereka pelaku tapi mereka adalah korban. Mereka korban ketidak becusan orang dewasa menciptakan keluarga, dan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak. Walaupun mereka pelaku gua kekeuh bilang kalo mereka korban. Gua yakin selalu ada akar yang berasal dari luar sehingga mampu menumbuhkan pikiran jahat yang menggiring mereka semua kemari.

Gua kenal berbagai macam ketakutan dari mereka, kaki-kaki kecil yang terlanjur patah arah. Sebagian mungkin beruntung punya keluarga yang terus support, berkunjung seminggu sekali, merencanakan pengasingan, kejar paket, dan upaya-upaya selanjutnya agar si anak tetap punya masa depan. Sebagian lagi apes, boro-boro support keluarga, ada yang sengaja dibuang keluarganya setelah tersangkut masalah keluarga lepas tangan,  ada yang dari awal tinggal di jalan, ada yang keluarganya gak bisa dihubungi.

Hati gua selalu hangat tiap merasakan hal baik dan gemes yang mereka buat, gimana ramahnya mereka tiap pagi nyapa teman-teman praktikum yang baru sampai balai, gimana mereka menghormati teman-teman praktikum yang lebih tua, gimana mereka gak pelit menawarkan bantuan atau bahkan memberikan perlindungan, gimana solidnya mereka saling jaga satu sama lain, cupunya mereka nyapu halaman masih sarungan dengan muka bantal, yang nyuci baju sendiri sore-sore, yang bangun tidur ngerendem cucian, yang main gitar kemana yang nyanyi suaranya kemana, yang ngalungin sarung jalan ke masjid sholat berjamaah pecinya miring, yang adzan awal waktu, yang sholawatan di masjid sambil nunggu iqomah, yang murajaah di kamar siang-siang, yang ngomel-ngomel abis teraweh sendalnya ilang, yang masak mi pake air dispenser, yang lagi ngepel mencak-mencak saat kerjaannya diinjek temen, yang nyanyi lagu sedih sambil merem-merem saking hikmatnya.

Banyak banget hal-hal yang bikin gua gemes selama praktikum, yang ngaji iqro' sambil becanda dan gamau udahan kalo belom lima lembar, yang main futsal sore-sore dorong-dorongan, yang abis mandi sore nyisir depan kaca sampe seperempat jam, yang temennya lagi mandi pintunya didobrak terus siram-siraman air, yang abis maghrib nonton ultramen, yang minggu pagi nonton marsha and the bear, yang bengong sambil nonton hafidz Indonesia, yang maen ujan becekan di lapangan futsal, yang nakut-nakutin temennya jadi pocong-pocongan, yang mau bakar sampah apinya mati mulu jadi bolak-balik nyalain kompor ke dapur, yang pas jam besukan ketemu ibu, bapak, atau adeknya langsung berpelukan gemes, yang bilang kangen masakan ibunya, yang bilang kangen suara ngomel neneknya, yang malu-malu kucing saat menceritakan kisah cinta monyetnya! Hal-hal sederhana ini yang menampar gua, kalo yang gua hadapin nih anak-anak lho aseli bukan kaleng-kaleng, apalagi abang-abangan nongkrong depan gang!!

Gua selalu dibikin pulang praktikum bengong-bengon sepanjang jalan karena mikirin cerita demi cerita yang gua dapat setiap hari. Ada yang berbulan-bulan di balai belum dapat kunjungan dari orang tua, entah orang tua nya gatau anaknya direhab, atau orang tuanya terlanjur malu sampe gamau ngakuin anaknya lagi bahkan sekadar angkat telpon dari peksos yang mendampingi pun enggan. Atau anak yang struktur keluarganya udah berantakan, sampai dia bingung nanti setelah bebas harus pulang kemana, anak-anak yang dikirim dari luar pulau yang selama direhabilitas gak pernah dikunjungi karena keterbatasan jarak dan biaya. Anak-anak yang jadi tulang punggung keluarga, anak-anak yang menjadi kepala keluarga, selain memikirkan proses hukum mereka juga harus memikirkan keadaan ekonomi keluarga setelah mereka tinggal. Anak-anak di bawah 18 tahun tapi harus berkutat dengan pikiran-pikiran berat.

Belum lagi vonis-vonis berat yang harus anak-anak ini tanggung, ancama sekian tahun pidana, dioper-oper dari polsek ke lapas satu lalu ke lapas lainnya, menjalani persidangan, perasaan terancam, tertekan. Orang dewasa aja dapat panggilan polisi, pemeriksaan udah merinding pucet gak karuan, apalagi anak-anak?

Selama praktikum gua seperti disajikan buku kumpulan cerita-cerita sedih sedunia, yang sukses bikin gua geleng-geleng kepala atau menunduk dan berusaha menyembunyikan air mata. Gua melihat harapan-harapan besar berkelindan di mata mereka, tak sampai hati menerbangkannya karena mereka sadar kecil kesempatan mereka menggapai mimpi-mimpi itu.

Jangankan menggapai mimpi, sebagian dari mereka sangsi masih bisa diterima saat kembali ke rumah nanti. Sebagian besar anak-anak yang telah selesai direhabilitas diboyong pergi ke luar kota oleh keluarganya, diasingkan, disingkirkan. Bayangin gimana terpukulnya anak-anak itu, dia udah direhab lhooo udah diasingkan di balai berbulan-bulan merasakan harus menopang beban sendirian, kehilangan energi positif diantara anak-anak dengan masalah yang sama, saat pulang masih harus merasa terbuang?

Kadang jeritan-jeritan seperti ini yang gak bisa kita lihat dari wajah-wajah para napi terutama napi anak-anak. kalau ada kasus yang lagi naik, orang-orang berebut menghakimi seolah-olah duduk sebagai hakim dalam sebuah perkara. Sibuk menentukan hukuman yang setimpal, kalau bisa hukum mati dan sudutkan pelaku agar hancur mereka punya masa depan, seolah-olah dia pesakitan dan kisahnya harus disudahi.

Kadang kita sibuk teriak-teriak paling lantang tapi tidak pernah mau mendengar teriakan tanpa suara mereka yang ada di balik bui, yang hidupnya dirundung kekhawatiran. Walaupun gua menuliskan bahwa kehidupan di panti cukup layak bagi mereka, tapi apa yang bisa diharapkan bagi jiwa-jiwa muda yang haus akan kebebasan. Mereka dijauhkan dari orangtua, interaksi mereka dengan dunia luar sangat terbatas, mereka di bawah pengawasan ketat kepolisian, ketakutan-ketakutan akan ancaman hukuman pidana menghantui. Masa-masa dimana mereka harusnya bisa eksplor, mereka banyak-banyak main dengan teman sebaya, duduk di bangku sekolahan, ngerjain guru, pura-pura sakit di UKS, ikutan persami, bikin tugas, nyeplokin telor sama tepung ke temen yang ulang tahun. Meski kasur di asrama empuk, tapi mereka takut terpejam, mereka takut tak sengaja bermimpi.

Gua bukan membela, gua setuju mereka mendapatkan hukuman. Dari kecil, sudah semestinya mereka belajar bertanggung jawab atas apa yang sudah mereka lakukan.

Cepat atau lambat satu diantara puluhan anak itu mungkin bakal ada yang baca tulisan ini, gua mau mereka tau kalo mereka berharga dan masih punya kesempatan untuk menjalani hidup seperti anak-anak yang lain. Cepat atau lambat mereka akan tau kalo gua merasa sangat beruntung sempat kenal mereka dan tetap mau berteman di luar kepentingan praktikum. 

Lewat tulisan yangpanjangbangetanjir ini gua berharap teman-teman tau, di luar sana tidak jauh dari kehidupan kita yang nyaman, banyak anak-anak yang tidak seberuntung kita. Gua berharap kalau mereka ada di sekitar kita terima dia, jangan anggap mereka pesakitan, bukankah semua manusia pernah khilaf? dan bukankah semua manusia berhak diberi kesempatan? Gua berharap teman-teman juga bisa menjadi lebih bijak dalam menyikapi sesuatu, tidak gegabah menghakimi, membalas hal jahat dengan kejahatan pula, bukan sibuk menghakimi, tapi mampu memahami.



Rabu, 17 Juli 2019

Ini Katanya Cerita Praktikum ; Bagian Satu

4

Penjara merupakan tempat terjadinya kekerasan yang dilakukan sesama narapidana ataupun aparat, dan hal tersebut sangat rawan jika anak-anak diberi gambaran kekerasan secara nyata, bahkan mirisnya dapat menjadi sasaran empuk menjadi korban. Guna menghindari hal tersebut, panti rehabilitas menjadi tempat terbaik agar anak-anak dididik dan dibina selama menjalani proses hukum. 

Anjir ini gua kaya lagi bikin laporan di blog,

Kata Mamah, Kalau berteman dengan orang baik akan menjadi baik, dan kalau berteman dengan orang jahat akan menjadi jahat. Emang bener?

Pernah kepikiran gak kalian bakal berteman dengan para Narapidana?




Sebagai budak jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta yang budiman, karena beberapa matkul wajib sudah kulewati dengan pertumpahan darah, akhirnya gua bisa ikut praktikum bulan Maret kemaren. Praktikum ini apa ya? nngg itu lah pokoknya pengaplikasian teknik pekerja sosial casework dalam sebuah lembaga terkait. Kayanya gitu sih kalo gak salah. 

Ya kalo bingung ini dah, magang magang yaelah ribet bener praktikam praktikum!!

Pas pembagian kelompok praktikum di kampus gua ga dateng karena lagi pulang kampung, terus gue ganti nomer WA karena nomer yang lama sudah almarhum. Alhasil gua terima jadi aja bakal praktikum dimana, sama siapa semalam berbuat apaa~

Pokoknya beberapa teman sibuk memilih tempat dan kawan praktikum terbaik, sebagian lainnya pasrah termasuk gua.

Ujug-ujug, gua dikabarin bakal praktikum di BRSAMPK Handayani dengan kelompok praktikum gatau. Sumpah gua gatau, dan gamau cari tau. Temen-temen juga kayanya gak bisa ngontek karena WA lama gua gak aktif. Aseli bodoh banget, gamau nanya ke grup kelas, gamau ribet saat teman-teman yang lain sibuk mengurus surat-menyurat untuk praktikum ke lembaga. Sejujurnya gua juga gak tau BRSAMPK ini tempat apaan si anjeeeeeeeer! Temen gua yang lain tuh ada yang di RS Jiwa, RS Kanker gitu-gitu kan jelas yaaa ooh rumah sakit tempat orang mencari kesembuhan.

Gua dieeem aja kaya candi Prambanan. Ni gua sampe sempet berfirasat bakal dikick dari kelompok gara-gara ga ada kotribusi dalam persiapan praktikum. Ya gimana dong namanya juga mahasiswa mager, masuk kelas juga udah syukur.

Dua atau tiga minggu kemudian ada temen kelas yang nanyain gue praktikum dimana, pas gua sebutin nama lembaga dia memberikan pencerahan, 

"Ooh bareng si ini dong ya? siapa lagi emang Dib?"

HAHAHAHA BECANDA DIA. 
Gua aja baru tau "si ini" sekelompok sama gua!!

Akhirnya tanpa babibu gua minta kontak "si ini" ke temen gua biar di invite ke grup. Gua panik dikick beneran soalnya. Temen gua kaget, gua juga kaget karena dia kaget. Untung ga ada yang latah. Singkat cerita gua berhasil ngontek "si ini" dan diinvite ke grup praktikum, setelah itu apakah Adibah jadi berkontribusi?

Ooh tentu tidaaaaaaak, jadi silent reader adalah jalan ninjaku. 

Mon maap nih, soalnya gua bener-bener ga ngerti praktikum harus ngapain dan nyiapin apaan. Jadi daripada temen-temen gua makin emosi dengan kehadiran gua yang sangat newbie mendingan gua tutup mulut. Semuanya demi menutupi kegoblogan gua yang natural.

Sampai akhirnya 11 Maret tiba, hari pertama Praktikum. Berbekal pengetahuan dari googling yang tidak niat bahwa BRSAMPK Handayani ini tempat rehabilitas yang gatau apaan lah yang penting rehabilitas gua menuju balai dengan segala kenekatan dan datang sedikit terlambat. 

Udah kesel belom sih kalian sama Adibah?!!

No contribution, terlambat, 

Sumpah gua anaknya disiplin banget. Tapi karna itu pertama kali gua kesana jadi gua belom bisa estimasiin waktu tempuh perjalanan gitu gaiiiiiss, sumpah malu banget dateng telat tuh. Untung setelahnya aku selalu jadi yang datang pertama di balai selama praktikum. Mpuss!!

Hari pertama Adb dan 7 teman-temannya masih didampingi dosen pembimbing a.k.a Supervisor untuk pengenalan diri dengan orang lembaga. Yaudah biasa aja gitu-gitu doang ngobrol basa-basi,  memberikan kami warning do and don't yang dapat kita lakukan, kaya No handphone! No sembarangan naro barang, Harus selalu pake almet kalo perlu almet kampus dijahit ke kulit, dan harus wajib fardhu ain profesional. Setelah berbincang kami keliling ke tempat PPKS (Penerima Pelayanan Kesejahteraan Sosial) alias anak-anak yang direhabilitas di tempat ini, awal kedatangan kami disambut tatapan sinis dari anak-anak yang sumpah pas awal gua liat sama sekali gak kaya anak tapi kaya abang-abangan depan gang gituuu Ya Allah gimana ya ngejelasinnya. Pokoknya sangar lah. Gak cuma tatapan sinis, kami juga mendapatkan cat calling yang sedang marak.

SJW TWITTER TOLONG SELAMATKAN KAMI!!


Tau gak sih yang cat calling "Kak Kak Kak..." pas kita nengok "Kasur!" atau ada lagi "Hey hey hey." pas kita balik badan, "Hey tayo hey tayo.."  Gua yang notabene premanabel ini rasanya pengen nyamper sambil ngomong depan mukanya, " Anyiing ga lucu bgst!" gituu tapi takut. Asli takut. Itu bagussst ya maksudnya bukan yang lain.

Seminggu dua minggu pertama gua ngedown banget, takut aja gatau pokoknya merasa tertekan dan hampir berpikiran untuk mengajukan pindah tempat praktikum, yang pasti gak bisa dan pasti akan menjadi penyelasan terbesar gua kalo sampe benar terjadi.

Tulisan ini bakalan panjang, mungkin akan gua bagi menjadi beberapa bagian biar kalian gak eneg baca tulisan gua setelah berbulan-bulan tidak. Buat temen-temen dunia maya yang follow twitter gua mungkin sudah muak dengan twit harian gua soal praktikum sampai hari ke-42, eh malah dijabarin di sini juga yaudah sabar aja hihihi

Singkat cerita, sebagai perempuan yang berada dimasa dewasa awal, gua selalu suka hal baru, baju baru, tas baru,  rumah baru, skincare baru, lingkungan baru, dan orang-orang baru. Yaa walaupun teman satu jurusan, tapi teman sekelompok praktikum gua saat ini termasuk orang baru dalam hidup gua. Sebelumnya gua gak terlalu deket bahkan masih belum hafal nama teman-teman sejurusan karena terlanjur main mulu sama temen-temen radio. Bahkan ada beberapa orang yang baru sadar gua mahasiswa Jurusan Kessos akhir-akhir ini, gara-gara gua kebanyakan mainnya sama anak jurusan lain. Yaa maap..

Mereka orang-orang baru, bahkan bisa diitung berapa kali gua interaksi sama mereka selama 3 tahun ke belakang, padahal sering sekelas. YA MASALAHNYA ADB AJA JARANG MASUK KELAS!! Ajaibnya, gak ada seminggu gua udah punya firasat bakal nyambung melewati praktikum 1 ini bersama mereka. Keren memang,

Mereka.


Dua minggu pertama kami berkenalan dengan kegiatan sehari-hari di Balai rehabilitas ini, oh iya buat yang masih belum tahu, BRSAMPK Handayani ini salah satu dari sekian balai tempat anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk sementara ditempatkan di Indonesia. Dalam masa praktikum ini, gua dan teman-teman bertugas menjadi praktikan pekerja sosial di balai rehabilitas untuk anak-anak yang bermasalah dengan hukum, baik itu pelaku, saksi, maupun korban. Sampai sini kawan-kawan ku yang budiman sudah dapat dimengerti? Gak cuma kegiatannya, kami juga berkenalan dengan para pegawai, bagian-bagian, dan tentunya PPKS.

Untuk gambaran tempatnya sendiri, balai ini gak kaya penjara atau lapas kok, anak-anak tinggal di asrama yang bentuknya seperti rumah, lengkap dengan Bapak dan Ibu pengasuh dan keluarganya sebagai pengganti figur orangtua sementara. Yaa PPKS tidak diizinkan bertemu orangtuanya kecuali weekend pada jam besuk dan untuk kepentingan-kepentingan mendesak, hal ini guna memaksimalkan tujuan dari rehabilitas yang diberikan kepada PPKS. Anak-anak banyak dapat kegiatan yang sarat manfaat di sini, disiplin dan tanggung jawab lewat aktivitas di asrama, dan baris-berbaris, bimbingan mental, nilai, norma, dan etika di Bimsos (Bimbingan Sosial) ada yang sekolah di SLB-E Sekolah Luar Biasa kategori E untuk anak-anak yang mengalami hambatan dan gangguan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma dan adat yang berlaku di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Baru tau ya? yee sama gua juga kalo gak praktikum gak akan tau gini-ginian.

Anak-anak PPKS juga dapat pendampingan keagamaan,  kegiatan keterampilan kaya otomotif, las, pendingin, sablon, dan kerajinan tangan. PPKS juga belajar mengurus diri sendiri, seperti mencuci baju, korve asrama dan aktvitas mandiri lain kecuali masak, hal ini untuk menghindari terjadinya kebakaran dan maen perang-perangan di dapur balai. Gemesnya jam makan mereka ditandai dengan sirine nyaring yang otomatis akan membariskan mereka di meja-meja bundar dalam ruang makan. Menurut gua ini tempat terbaik buat mereka anak-anak yang tersangkut masalah hukum terutama pelaku bernaung. Penjara bukanlah jalan keluar.

Sayangnya gak sembarangan orang bisa main kesini, balai milik Kemensos ini di bawah pengawasan ketat. Setiap yang datang harus jelas kepentingannya dan harus melalui pemeriksaan untuk memastikan tidak membawa barang mencurigakan.

PPKS yang ada di sini macam-macam statusnya, ada yang baru ketangkep alias masih titipan dari  masing-masing polsek, ada yang masih dalam proses sidang peradilan jadi mereka masih  bolak-balik dari  kejaksaan - balai. Atau yang sudah putusan hasil sidang dan goal mendapatkan diversi ditempatkan ke balai rehabilitas seperti BRSAMPK Handayani ini.

Yak benar sobat, anak-anak di sini tahanan. Nara pidana, bandit, begal, penjahat atau apalah kami menyebutnya ABH (Anak Berhadapan dengan Hukum).

Cukup mengejutkan, kenapa sih gua gak praktikum di tempat-tempat yang normal aja, yang gak ekstrim gitu. Ooh tentu saja tidak mungkin, karena semua tempat praktikum jurusan gua ekstrim dan punya tantangan yang berbeda-beda. Ada yang di Lapas, komunitas penderita HIV/AIDS, RS Kanker, RS Jiwa, Panti Sosial Anak, Rumah anak-anak disabilitas, dan sejenisnya. Menyenangkan? Ooh tentu pusing bikin laporannya!

D4deK3 AkU K4k3h4N $4Aam8aaaaAttT!!

Tantangan pertama kami dapat langsung di hari kedua, saat kami diminta mengisi kelas bimsos. Kami 8 mahasiswa cupu dan penuh rasa insecure dihadapkan dengan 70+ bandit kecil yang kaya abang-abangan depan gang. Oiya, fyi 95% PPKS di sini laki-laki. Jadi yaa tau sendiri. Jelas-jelas kami merasa terintimidasi, baru masuk berapa menit, dan ditinggal pegawai balai yang menitipkan kelas kepada mahasiswa, semua PPKS langsung berdiri menjebol pertahanan mahasiswa yang berjaga di pintu, sebagian keluar, sebagian lagi tiduran aja di kelas. Yaampuuun panik nya gak kebayang. Ya gua dan teman-teman sadar mereka nih anak-anak yang rawan sekali kabur,


TAPI YA TOLONG JANGAN DI HARI PERTAMA GUA SAMA TEMEN-TEMEN TERJUN PRAKTIKUM DONG GAK SIAP ASTAGHFIRULLAH.


Karena panik, gua langsung lari ke kantor manggil pekerja sosial untuk minta bantuan handle anak-anak, temen praktikum yang lain beradu rayu agar anak-anak yang tersisa jangan ikutan angkat kaki, dan menahan mereka yang terlanjur lari. Pegawai datang, mengumpulkan anak-anak kembali ke ruangan bimsos, dan ceramah pagi pun dimulai..

Berhari-hari kemudian, gua dan teman-teman jadi biasa menghadapi anak-anak yang membetot, walaupun kadang masih, udah gak terlalu kuat rasa terintimidasi pada diri kami, dan pastinya membentuk kami jadi jauuuuh lebih sabar dari beberapa bulan yang lalu. Kami mahasiswa praktikum gak sendirian, banyak beberapa mahasiswa praktikum dari universitas lain, kami akrab karena merasakan kepahitan yang sama. Dari yang gampang banget panik dan tegang, lama-lama kami santai sendiri setiap harus ngisi bimsos atau ngajar ini itu. Tekanan-tekanan mulai berkurang, PPKS semakin bersahabat, percaya dan menerima keberadaan kami. Kita pun membuat geng baru. Gak deng!

Beruntung pegawai di balai ini baik-baik, chill banget sama mahasiswa. Gua sendiri seneng karena 70% pegawai di sini orang Jawa hehe jadi sangat mempermudah dalam mendekatkan diri berbekal bahasa daerah. Beruntungnya jadi putra daerah. Gua seneng banget tiap denger bapak-bapak atau ibu-ibu yang pasti beban hidupnya berat banget ini menceritakan suka duka pengalaman mereka selama  bekerja. Seru banget campur aduk, naik turun. Gini ya orang yag terjun di dunia sosial case-case dalam dunia kerjanya emang gak pernah sama. Selalu unik. Walaupun terpaut usia yang cukup jauh, gua seneng mereka bisa chill ke mahasiswa, saking chillnya gua pernah diajak join karaokean di hago doong, terus disuruh nyanyi campur sari pegawai yang ngiringin, pernah juga  di suruh bawa pulang kangkung hasil panen di belakang balai, dibawain pempek buat di rumah sama satpam, atau sekadar dapet suguhan pas ikut nongkrong di pos satpam.

Anjirrr gua udah bapak-bapak ronda banget belom si nongkrong di pos nih kurang pake sarungnya aja!!







Senin, 04 Februari 2019

Kenapa Kembali?

23


Kenapa gue tiba-tiba nulis lagi sih?

Gue gak percaya ada orang rantau yang gak pernah home sick.
Gue gak percaya seseorang pergi jauh terus gak pernah kepikiran buat balik ke tempat asal, ke rumah. Seperih apapun, sejahat apapun masa lalu seseorang pasti butuh kembali, butuh pulang.

Seseorang boleh punya karir cemerlang, hidup menyenangkan, atau mungkin kegagalan besar, luka paling bernanah sekalipun di luar sana, tapi gua yakin mereka tetap butuh pulang, butuh tempat untuk meluruskan kaki-kakinya dari perjalanan yang melelahkan, dari apa saja yang membuat hidupnya gemerlap, begitu dipandang dan dielu-elukan, semua orang butuh rumah, tempat mereka jadi orang paling istimewa sekaligus biasa saja.

Semua orang butuh pulang,


haduuuh serem amat kaya pesan kematian briedgingnya~

Sebenernya gue mau cerita tentang alasan kenapa harus kembali lagi menulis di blog ini. Sekadar ingin mengabadikan moment dua tahun yang telah lewat bersama orang-orang menyenangkan, di rumah yang tak kalah menyenangkan, tempat gue menemukan makna pulang.




Tepat di penghujung Januari lalu, gue resmi meninggalkan RDK FM radio kampus tempat gua belajar banyak dan bertemu orang banyak yang dengan lumayan sadar gue mendaftarkan diri sejak semester satu lalu. Melepas jaket tugas sebagai penyiar, reporter, dan redaktur blog dalam sehari membuat air mata gua tumpah. Kali ini jatuhnya bukan karena luka sayat, dengkul berdarah-darah atau penyesalan akibat lagi-lagi harus falling in love with people i can't have.

NO

Kali ini setiap tetes air mata yang jatuh mengulang lagi cerita dua tahun ke belakang, saat gue niat nemenin Naila buat ikutan Radio kampus yang membuat gue terjebak mengisi formulir yang sama, pendidikan hari pertama gua datang terlambat basah kuyup kehujanan, sekelebat bayangan buram saat gua mengalungkan id card tanda keanggotaan, tumpukan kardus, pulpen yang diikat berhimpit, tanah kasar tepat gua dan teman-teman pushup, magang siaran, bundaran HI, persimpangan BSD, dan genangan air coklat dari empang . Tetes selanjutnya jatuh bersama kertas-kertas liputan, wajah-wajah narasumber, bunyi keyboard ditekan cepat-cepat, deadline berita, ruang pemancar, omelan-omelan redaktur, kota Brebes, orang-orang berkerumun sampai larut malam, suara tawa, puntung rokok, botol-botol air mineral, sorot lampu panggung, drum yang dipukul keras-keras dari sound gantung, pelukan, mata-mata lelah dan seporsi nasi goreng mengepul.




Januari kemaren mungkin  jadi bulan ternangis gue, tangis melepas segala kegiatan yang bikin gue kehilangan waktu untuk beberapa hobi gue, membuat gue memberikan waktu seadanya untuk kuliah dan istirahat, dan gue rasa temen-temen gue yang lain pun begitu. Bulan itu mata mereka lebih gampang bengap, tangis mereka gampang pecah, dari anak yang paling lemah sampai yang paling kuat semua merasakan sesak yang sama, gumpalan perasaan yang merangsek keluar luluh lewat air mata, isak tangis dan pelukan.




Gak terbayangkan gue sampai di sini, awalnya gue kira tempat itu penjara bahkan miniatur neraka. Ekspektasi menyenangkan seketika bubar jalan pada bulan-bulan pertama. Yang gue tau dulu terpaksa melakukan semuanya, pontang-panting  tunggang-langgang nyari berita, nahan kesel sampai kusut, merapal sumpah serapah, sampai lelah, susah payah hingga akrab dengan serak dan batuk parah. Kalau dari dulu dibolehkan menyerah, mungkin gue sudah.


Nahasnya, gue gak sendiri terjerembap dalam pintu gerbang neraka ini, gue dan 25 teman lainnya harus bahu-membahu menyelamatkan diri agar tidak terbawa longsor sampai ke dasar. Kalau tadi gue bilang nahas, sekarang gue bisa bilang beruntung karena pernah segerbang neraka dengan mereka. Orang-orang yang literally baru buat dan gue, dan berhasil menjadi alasan gue tidak menyerah dan bertahan sampai Januari kemarin. Dari mereka gue kenal rumah tempat gue pulang, memulangkan gelisah, rasa lelah, dan juga cinta. Kalau boleh ditukar rasanya gue gak tega, kecuali tukar tambah ya bisa diatur lah~


Setahun berlalu, gue kira akan makin mudah menyelamatkan diri tergelincir dari longsoran neraka. Nyatanya yang gue rasa makin berat, karena bukan lagi menyelamatkan diri dan 24 teman lainnya, kami juga harus membantu teman-teman baru yang tergelincir di tempat yang sama. Kayanya gua terlalu banyak pake pengandaian dah ini dari tadi anjeeeng pasti lo semua bingung!!

Pokoknya,

Tahun kedua saat gue udah gak jadi reporter lagi,  saat setiap hari ngeblog tapi bukan di sini, hidup gue makin berwarna.  Yang awalnya merah, putih, sesekali bercampur, biru kini mulai kelabu, kelabu, kelabu, keruh, kelabu dah itu dah setahun. Setiap minggu gue jadi terlatih buat combo jutek, dan marah-marah, gak kurang gak lebih gue gitu karena gue sayang, gue peduli dan mau mereka baik-baik saja alias brengsek aja memang mereka, gampang banget bikin orang naik darah!! Bahkan tahun 2018 kemaren gue sama sekali gak memposting apapun di blog ini tidak lain dan tidak bukan karena kerjaan luar biasa di sana!! lagi-lagi mereka yang bikin pulang kampung gue ketahan-tahan karena RDK cuma libur H-7 dan H+7 Lebaran persis kaya orang kantoran, sekalinya liburan semester panjang banyak bener acara yang harus diurus. Sesekali jadi alasan gue ketahan di Ciputat saat weekend atau penyebab gue bolos kelas karena harus siaran, liputan, atau emang gue nya aja pemales.




Dibalik segala kerumitan hidup yang gue alami dua tahun ini, sejujurnya gue bersyukur pernah berada di sana bareng mereka. Dari mereka gue belajar dan menemui banyak hal, banyak moment yang tak sengaja terjadi dan menciptakan bunga-bunga kenangan yang sesekali menghangat. Mungkin bukan pertama kalinya buat membimbing atau jadi teman buat adik-adik yang setahun atau dua tahun di bawah gue, pengalam dari SMA mengajarkan banyak. Tapi di sini gue ketemu temen-temen reporter yang sangat mengesalkan menggemaskan untuk diajak diskusi dan belajar banyak hal bersama. Kalo ada wali sangga terbaik lagi di sini, gue sih yakin bisa menang lagi hehehe.


Bagi gue mereka bukan sekadar teman satu organiasi, bahkan boleh dibilang kita kehilangan rasa ragu buat cerita soal hal yang sifatnya sangat 'pribadi' sekalipun. Selain mengenalkan arti pulang dan menjadi 'rumah' mereka kerap melahirkan ketakutan-ketakuan untuk gue saat ini. Gue dihantui rasa takut kehilangan alasan buat ngumpul bareng mereka selepas dari RDK, atau kehilangan alasan untuk sekadar chat random atau mencari alasan untuk bersumpah serapah. Karena gue pasti akan selalu kangen sama bercandaan mereka, bubble demi bubble pesan ngajak makan, obrolan ngelantur sampai dini hari, curhatan berbagai masalah, karaoke, langkah berbondong sholat maghrib saat break rapat, terror untuk hadir rapat dan siaran, trip dari gedung satu ke gedung lainnya di ibu kota jadi penonton bayaran, wacana-wacana bodoh, rencana-rencana goblog, foto-foto aib, chat marah-marah, ketawa mereka, pokoknya semuanya yang berhubungan dengan mereka.




Terimakasih RDK sudah mempertemukan gue dengan orang-orang menyenangkan di dalamnya,
Terimakasih untuk memperkenalkan gue dengan hal-hal baru,
Terimakasih buat temen-temen yang berengsek bikin tingkat mellow gue meningkat dari 2015 lalu,
Terimakasih untuk tidak menyerah sampai habis masa kepengurusan,
Terimakasih untuk melakukan hal-hal baik dan kerja kerasnya,

Terimakasih telah menjadi tempat kembali atas rasa lelah dan cinta.







Hi blog, I'm Back!!










Minggu, 24 Desember 2017

Siap jadi pejuang hak bermain anak

9


Banyak yang bilang masa kecil gua teramat menyenangkan, meski belom kenal gadget dan bisa menikmati episode upin ipin sambil minum susu di pagi hari dari kotak tipis pernjelajah dunia, atau udah bisa donlod game tahu bulat dari playstore sendiri, orang-orang selalu mengatakan masa kecil gua mutlak bahagia.

Sebagian masa kecil gua udah gua ceritain disini itu juga jaman pra SD doang. hehehw
Gua dari kecil gak betahan maen di dalem rumah, selalu ke gep lagi pasang ancang-ancang mau loncat dari jendela sama Mama, dan berujung disuruh balik lagi buat tidur siang atau nemenin Mia maen masak-masakan dan mewarnai di rumah. tapi gak bisa, seru-seruan tanda kawan sepermainan sedang khitmat dengan permainannya selalu berhasil mengundang gua buat terus berusaha kabur dari rumah, urusan nanti gak dibolehin masuk rumah lagi mah belakangan.

Jaman gua masih kecil, belom ada gadget-gadgetan kaya jaman sekarang ini, mentok-mentok teknologi yang gua nikmati adalah televisi dan freezer es krim warung. Iyak, yang kalo kita capek maen tak benteng lari ke warung terus masukin pala ke freezer. 

Ngadem.

Nonton TV pun gua cuma khitmat tiap hari Minggu doang, dan berhasil gua manfaatkan sebaik-baiknya. Misalnya dijadikan inspirasi bermain, kaya mainan beyblade, gasing ala-ala yang punya arena khusus dari plastik, kalo ga mampu beli arenanya biasanya pake wajan atau nampan yang dipinjam dari dapur Mama masing-masing, ada juga mobil tamiya yang maenannya harus se-RT biar seru. Seru lagi kalo pake taruhan aseli! belom lagi ngoleksi obeng kecilnya, dinamo sama karet ban tamiya. Beuh kids jaman segitu bet dah!

Belum lagi maen smackdown-smackdownan sama benteng takeshi ala-ala. Wey asli seru banget!
Maennya di mesjid abis pulang ngaji, ntar  pulang-pulang nangis deh kecengklak. Ada aja idenya kids jaman segitu, beli gambaran power ranger gopek dapet lima di abang-abang SD nongkrong di pos kamling maen kyu-kyuan. 

WEY DULU GUA MENTOK PEGANG GADGET GAMEBOY YAK SAMA TAMAGOCHI KAGA BISA BUAT NYETEL YUTUB!



Selain bermain permainan yang ngetrend pada masanya,  gua juga sering main permainan tradisional kaya tak benteng, tak umpet, tak rembet, congklak, patok lele, kelereng dan permainan kids jaman old lainnya. Gua inget banget dulu kalo main tak umpet malem minggu karena besoknya libur sekolah, kalo udah ngumpet pada ekstrem banget dah, mulai dari naik ke atas pohon, ngumpet ke dalem rumah sampe masuk ke got kering. Tapi sumpah ya, semua itu masih mausiawi daripada petak umpet terus ditinggal pulang ke rumah dan gak balik lagi, kalo kaya gini nih biasanya yang jaga emang anak yang dikucilkan dari pergaulan. 

Belum lagi tak benteng, kalo ini gak pas kecil doang, sampe SMA gua masih suka maen tak benteng, bentengnya dari ring basket satu ke ring basket lainnya. Belum lagi pake rok abu-abu diangkat tinggi-tinggi biar bisa gerak bebas. Larinya udah bukan nyebrangin lapangan basket lagi, satu sekolahan diputerin biar menang. 

Kelemahan gua satu-satunya sampai detik ini adalah maen egrang bambu. Kalau egrang batok mah small, gampang dah itu mah, waktu pramuka Siaga malah gua ikut lombanya. Tapi persoal egrang bambu ampun deh. Cukup gua dan Allah SWT yang tau.

Sadar permainan yang kaya gini-gini udah mulai jarang peminatnya dan gak dikenal sama kids jaman now. Adibah, remaja putri keputra-putraan yang sepenuh hati mencintai anak-anak memilih bergabung dengan komunitas pejuang hak bermain anak. Namanya Traditional  Games Return (TGR) Campaign, sejak 10 Desember 2016 yang lalu kami memutuskan fokus mengembalikan eksistensi permainan tradisional di era milenial. Foundernya sahabat gua dari SMA, kalo lu ngikutin blog gua dari jaman Firaun ikut bimbel di Nurul Fikri lu pasti udah gak asing lagi sama nama  itu. Aghnina alias Nyak yang gua tau banget paling anti sama anak-anak tiba-tiba bikin campaign yang deket banget sama dunia anak, sebuah usaha berdamai dengan kebencian yang indah. 




Komunitas ini sudah dua kali mengadakan event besar, dari bermain permainan tradisional serentak di 70 RPTRA se-Jabodetabek hingga diikuti oleh 73 ambasador dari 22 Provinsi di Indonesia dan 186 RPTRA pada 26 Oktober lalu. Diluar event besar, kami biasa roadshow ke RPTRA atau memenuhi undangan dari komunitas atau instansi lain demi bermain bersama anak-anak. Kami biasa usung-usung congklak, egrang, seperangkat bekel, gasing, karet dan sebagainya keliling sudut Ibu kota dan kota penyanggahnya. Disini selain menemui kebahagiaan gua di dunia (read. anak-anak) gua pun dipertemukan dengan teman-teman baru. Sungguh hal yang menyenangkan bagi anak rantau seperti gua ini. 

Melihat raelita yang ada, kids jaman now jauh lebih akrab sama gadget dibanding sama teman sebayanya. Selain kurang baik untuk kemampuan motorik dan bersosialisasi, terlalu akrab dengan gadget juga menyebabkan miskin kuota dan ketergantungan hebat pada stop kontak. Aseli dah!

Anak jaman sekarang nih, nangisnya bukan lagi karena berebut mainan atau kena geplak temennya, tapi karena kuota habis, atau batre gadget yang limit. Miris, sebagian orangtua merasa dirinya menang karena anaknya tenang dengan seperangkat gadget ditangan, rumah rapih tidak berantakan. Nyatanya, dilain sisi orangtua tersebut kalah telak, rugi bandar karena anaknya hidup dan lebih kenal dunia fana ketimbang yang nyata. Yang ia kenal sekadar lewat ujung jari dan layar LCD, tidak ada kontak dan interaksi. 

Nggak bisa dipungkiri, kemajuan tekhnologi sekarang semakin pesat, mau gak mau setiap unsur masyarakat harus berjalan seiringan agar tidak tertinggal. Sadar gak sadar tekhnologi malah melumpuhkan penggunanya secara perlahan. Ini yang seharusnya jadi perhatian bagi setiap orangtua saat memberikan gadget kepada anaknya. Disini kami bersama-sama memperjuangkan hak bermain bagi anak, 'di depan gadget, bukankah anak-anak juga sedang bermain?' bukan ini yang kita maksud, yang kita ingin wujudkan adalah anak-anak bermain sesuai dengan usianya, bermain dengan teman sebaya, melatih sportifitas, kompetitif, solidaritas, empati, simpati yang bisa didapat anak-anak dari bermain permainan tradisional, bukan dari benda mati dengan ratusan pixel gambar. Banyak generasi masa kini yang punya sifat individualisme yang tinggi, secara gak sadar benda persegi segenggaman tanganlah yang menjadi pemeran utama dalam kasus ini. 

Tentu tidak salah memfasilitasi anak dengan gadget paling canggih sekalipun, tapi jangan sampai gadget yang anda berikan menjadi boomerang bagi tumbuh kembang anak. 

Jadi, Lupakan Gadgetmu, Ayo Main di luar!









More information:
Instagram : @tgrcampaign
Facebook : Traditional Games Returns
Youtube : Traditional Games Return Campaign

Rabu, 25 Oktober 2017

Sebuah Janji dan Bulan-bulan Berat Terlewati

29

Ini kalo gua gak ditantangin gak bakal nulis nih. Aseli
Berengseknya yang nantangin malah ngepost tulisan lain diluar perjanjian. Bgst!!

Huh, setelah 19487 purnama terlewati, akhirnya puter balik juga. 
Bulan-bulan lalu adalah bulan yang berat buat gua, 
kalo ada orang nge-joke 
" Sibuq amat nih, keya panitia pensi!" 

Gua tabok sumpah. Panitia pensi bukan becandaan ya please banget ini mah. 
Sibuknya bukan lagi gak sempet sekedar nongkrong bareng temen-temen, tapi udah menyentuh aspek lahir dan bathin kehidupan. Asli dah 

Tentu bukan hal asing bagi gua jadi panitia suatu acara, bagaikan rice cooker dan centongnya. Hidup gua dan segala kepanitiaan memang sengaja diciptakan berdampingan, sungguh Allah Maha baik. Putri yang senantiasa menghabiskan waktunya di luar rumah ini seperti sudah ditakdirkan berjodoh dengan agenda rapat dan hal berbau kepanitiaan lainnya sejak dulu. Tapi izinikan gua jujur, acara yang berlangsung pertengahan Oktober silam jadi acara yang paling menguras tenaga, waktu, materi, kesabaran hingga air mata. 

Bulan demi bulan terlewati, pulang malam, makan telat, pilek 239824623 kali, dan ketiduran di kelas sudah jadi rutinitas. Ingin rasanya memasukkannya dalam nominasi 'Ujian terberat sepanjang hidup Adibah' kalo ada, kalau boleh menyerah ingin rasanya, kalau boleh mengeluh sudah ribuan kali rasanya. Dan gua pun haqqul yaqin, gak cuma gua yang capek, gak cuma gua berkali-kali mengeluh dan hampir menyerah. 

Buat yang udah sering jadi panitia pasti paham, gak cuma korban fisik, jadi panitia juga berkali-kali mengundang pergulatan bathin. 


Jadi 13 Oktober kemaren, RDK Fm Radio kampus yang hampir setahun sudah gua geluti menyelenggarakan serangkaian acara Off air, atau kami akrab menyebutnya ROFFAIR sebagai hajat wajib tahunan. Mengundang 2 group band indie dengan perbedaan genre yang ekstrem tentu bukan hal mudah. Kalau boleh gua bilang, sejak awal jalan kami tidak ada mudah-mudahnya, yang mudah hanya do'a kami, 'mudah-mudahan kami kuat' sampai akhirnya 13 Oktober tiba. 

Sebagai remaja putri yang kuat dan sewaktu-waktu suka judes gua ditempatkan di pintu masuk, bagian body check perempuan. Iyaak bener! yang kerjaanya bawa senter sama minta "maaf bisa dilihat tas nya sebentar kaka? blablabla" sampai fasih ke ratusan penonton yang datang, meneliti apakah dalam sling bag-sling bag perempuan ini ada rokok, obat-obatan terlarang, dan unsur-unsur SARA yang kerap menyebababkan perpecahan kedaulatan bangsa. 

Sore itu kami mendatangkan Float dan Kelompok Penerbang Roket ke Hall Student Center UIN Jakarta, hamdalah kerjaan gua gak terlalu banyak, karna sebagian besar yang datang adalah kaum adam. Kayanya 2 group band ini pasarnya emang abang-abang, terutama abang-abang gondrong nan menggemaskan.

WOY INI BISA GAK SEH TIAP HARI UIN NGUNDANG KPR BIAR GUA PUAS LIAT ABANG-ABANG GONDRONG LUCU EVERY SINGLE DAY!!

Ini salah satu hikmah dari ROFFAIR yang bisa gua ambil, 
Sesungguhnya abang-abang gondrong pake kaos, jeans belel, nonton konser musik itu bikin pusing, asal tolong banget gausah ditambah adegan dia nyisir rambut pake jari terus ngucir rambutnya asal deh. 

Pingsan nanti saya.

Tapi sumpah, wahai umat pemuja abang-abang gondrong lucu, datanglah ke konser KPR dimanapun kalian berada, agar

Tiap kali penonton perempuan yang datang terlihat mulai jarang, sesekali gua nengok ke bagian body check cowok, ngeliatin satu dua abang-abang gondrong yang rela matiin rokoknya saat ditegur, ngibasin rambutnya, terus nengok ke gua,

bukan deh, 
nengok ke ceweknya yang udah berdiri di depan gua beberapa detik yang lalu tapi gua gak sadar.

Gapapa udah punya cewek juga tetep lucu kok. Gemes!!

Saat malam makin larut dan pintu masuk mulai ditutup, sesekali gua masuk ke kerumunan penonton, menegur santai penonton yang melanggar ketentuan. Meski beberapa kali takut dan cenderung panik, gua menikmati atmosfer malam itu. Malam yang berbulan-bulan kami masukkan dalam agenda rapat, teriakan penonton, lingkaran-lingkaran syaitan alias moshing yang diciptakan penonton, kilatan lighting dari panggung, dentuman keras dari sound gantung yang menjalar langsung ke jantung, takut tiba-tiba jatuh cinta gua kalo gini.

Gua keluar dari kerumunan, naik ke tribun terus turun lagi. Takut soalnya di tribun papasan sama orang kobam, pas turun ternyata papasan juga sama orang kobam kasian, dia sendirian gelayutan rak sepatu yang kami set menjadi barikade sementara. Tadinya gua takut, mau kabur aja tapi pas gua liat lagi sorot matanya gua gak tega. Gua samperin abang-abang yang kaos merah maroon polosnya udah basah kuyup itu, melihat makin kuat dia gelayutan rak sepatu setinggi dua meter dengan kondisi setengah sadar, gua pegang pundaknya biar gak jatoh sama rak sepatunya. Kan kasian, sudah kobam tertimpa rak sepatu pula. 

Ngeri dia ketiban rak sepatu beneran, gua beraniin ngajak ngomong sambil masih nahan pundaknya, " Duduk aja bang, ntar jatoh semua ini rak sepatu saya." 

Si abang-abangnya gak bales ngomong apa-apa, esmosi gua ngomong di read doang terus gua dorong aja rak sepatunya sampe dia ketimpa. Mampus!

Enggak deh, dia emang gak bales saran gua buat duduk dengan omongan, dia nengok dan membalas dengan tatapan sayu serta muka pusing khas orang setengah sadar dan..



Ganteng!

brgsk!! bdjgn!!
wey kata-kata kasar apa yang belom gua pake nih?

Sialan, kan gua jadi makin takut beneran, takut sayang. 
Tapi sumpah malem itu gua boro-boro kepikiran takut sayang, gua pure tambah takut beneran tapi kesian, abang-abangnya juga bukannya duduk malah makin ngegelendot dan bikin tangan gua yang berusaha menahan badannya bertugas makin keras. 

" Lah jangan jatoh dulu bang, mau minum air putih apa?" kata gua yang udah kehabisan ide harus gimana lagi ini ngatasin orang setengah sadar. 

Tiba-tiba dia bangkit, dan mengangkat tangannya pertanda menolak tawaran air putih gua. Kayanya sih. Detik berikutnya dia menunjuk ke arah pintu keluar, dan gua balas dengan anggukan, masih dengan muka mengernyit panik campur takut. Kita liat-liatan beberapa detik sampai akhirnya si abang kaos merah maroon balik badan jalan sempoyongan menuju pintu keluar.

" Awas jangan jatoh," bisik gua pelan, masih tetep panik dan takut sedikit. Pemuda dengan sorot mata lelah berjalan sempoyongan sampai pintu keluar. Kayanya. Soalnya gua langsung balik badan meper ke tembok tangan gua yang basah dan membaur ditengah kerumunan. Takut badak!

Tapi ganteng dah, sampai detik ini gua masih inget muka dan sorot mata lelahnya. Semoga gua gak ketemu dia lagi dilain waktu. 

Takut

Ya begitulah, sedikit moment closing ROFFAIR 2017 yang paling gua inget, masih banyak lagi sebenernya tapi rahasia. Hamdalah 13 Oktober akhirnya terlewati dan akan segera disusul 13 Oktober- 13 Oktober lainnya. Gua juga sedang belajar  menjadi mahasiswa yang baik lagi di kelas, berusaha nyimak temen yang lagi presentasi, mencoba bertanya dan kembali mengingat ada matkul apa dan siapa dosennya hari demi hari. 

Sampe detik ini pusingnya masih berasa, bebannya terasa masih melekat, tapi gua belajar banyak. Gua lebih memaknai proses panjangnya, lika-likunya, suka dukanya, biasanya disaat-saat susah dan penuh perjuangan gini kita kan lebih mudah mengenali teman-teman kita. Meskipun selalu jadi bahan utama gua ngeluh dan nnagis sendiri, berkali-kali menyalahkan diri dan menuduh hidup tidak adil, gua bersyukur telah melewati 13 Oktober bersama-sama. :)

Hidup ini emang gak pernah mudah, hidup emang selamanya akan terasa tidak adil, tapi kita gak akan pernah tahu mana yang berat, mana yang tidak adil, mana yang melelahkan kalo kita gak pernah berusaha melewatinya. Masalah berhasil atau tidak? itu belakangan.

Mana kita tahu di depan ada badai bila belum sempat melewatinya?